Label

Senin, 17 November 2014

TERJEMAHAN - Shariah Auditing in Islamic Financial Institutions: Exploring The Gap Between The “Desired” & The “Actual”

Nawal kasim


A.     Pendahuluan
Audit syariah memiliki kunci penting karena mulai ada kesadaran yang tumbuh di kalangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dimana setiap lembaga tersebut mulai tergerak untuk dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan hukum islam -Maqashid Syariah (Shahul dan Yaya, 2005). Dalam kaitannya dengan hal ini, ada kebutuhan dari lembaga tersebut untuk memiliki auditor dalam tataran syariah yang teratur dan independen. Konsep audit syariah harus diperluas ke berbagai kegiatan yang berkaitan dengan sistem, produk, karyawan, lingkungan, dan masyarakat, yang keseluruhannya terkait dengan suatu lembaga (Syed Alwi, 2007).
Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan audit syariah yang berguna untuk memastikan efektivitas tujuan dari hukum kepatuhan terhadap prinsip syariah yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi positif terhadap ummat (masyarakat) pada umumnya. Karena itu, tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah mencoba untuk memeriksa apakah praktek audit syariah saat ini telah sesuai dengan perspektif Islam bila dibandingkan dengan apa yang diinginkan.
Sulaiman (2005) menemukan bahwa “apa yang seharusnya diinginkan tidak mungkin bertepatan dengan apa yang sebenarnya diinginkan dan konsekuensi apa-apa yang sebenarnya diinginkan mungkin tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, untuk menentukan jika ada kesenjangan dari hal tersebut, kesenjangan yang akan diperiksa harus melihat ke dalam dua aspek: 1) antara “diinginkan” dan “yang diinginkan”, dan 2) antara “yang diinginkan” dan praktik “aktual”. Namun, tulisan ini lebih berfokus pada poin kedua saja untuk melihat aspek yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi dalam praktek.










Pada bagian selanjutnya akan membahas tinjauan literatur. Setelah itu dilanjutkan dengan bagian ketiga tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Lalu, paper ini akan membahas temuan utama yang akan dibahas di bagian keempat. Terakhir, bagian kelima berisi kesimpulan.

B.     Tinjauan Literatur
Komentar kritis pada masalah audit dan tuntutan tanggung jawab, visibilitas, dan akuntabilitas perusahaan yang lebih luas telah menyebabkan banyak perdebatan mengenai apa yang harus sesuai dengan fungsi audit itu sendiri (Houck, 2003; Humphrey, 2000; Ball et al., 1998; Napier, 1997; Blair, 1990). Selanjutnya, orang-orang sudah mulai mengevaluasi kembali tingkat kepercayaannya, mereka mengatakan bahwa kepercayaan terhadap audit -yang diperuntukkan pada pemberian jaminan dalam investasi dan informasi keuangan, serta kecenderungan yang bergantung pada audit yang dilakukan- sebagai sumber terbaik kredibilitas untuk informasi sekarang telah hilang (Humphrey, 2000).
Hal ini salah satunya dapat dilihat dari bangkrutnya Enron Corporation disusul oleh beberapa perusahaan raksasa lainnya yang seharusnya tidak mungkin bangkrut mendadak bila melihat hasil audit terakhir terhadap perusahaan tersebut. Akibatnya, profil auditor menjadi sosok yang biasa menghiasi halaman depan berita (Houck, 2003). Hal tersebut menunjukkan, peran pelaporan keuangan dan audit seharusnya tidak hanya terbatas pada kebutuhan pengambilan keputusan investor, tetapi juga harus dilihat kaitannya dengan kekhawatiran dalam tata kelola perusahaan (Ball et al, 1998).
Menyadari konsekuensi mengadopsi kerangka audit konvensional yang dibatasi dalam ruang lingkup, praktek audit di institusi syariah harus memiliki perspektif yang berbeda. Keberadaan institusi  ini didasarkan pada prinsip-prinsip Islam dengan tujuan utama mencapai maslahah umat (manfaat bagi masyarakat) melalui keadilan sosial dan ekonomi. Melihat perkembangan yang drastis dari LKS di seluruh dunia, khususnya perbankan syariah, paper ini melihat  apakah praktik auditing syariah di perbankan syariah sejalan dengan apa yang diinginkan oleh umat muslim. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran auditor syariah di perbankan syariah berbeda dan lebih luas ketimbang peran auditor di organisasi konvensional (Banaga et al., 1994). Ini karena hal tersebut telah diperluas areanya untuk mencakup kepatuhan syariah. Selain itu, juga ada pendapat bahwa karena ini merupakan organisasi islam yang seharusnya beroperasi dengan nilai-nilai dasar yang digunakan masyarakat islam, maka berubahlah dari konsep konvensional yaitu “ pembuktian dan jaminan” yang bertemu dengan maqashid syariah (Khan, 2001) Ini juga termasuk bahwa sejak organisasi Islam diinginkan beroperasi dibawah pandangan dunia Islam, mereka membutuhkan jenis akuntansi (Shahul, 2000) dan system audit yang berbeda (Khan, 2001). Mereka diharapkan untuk melayani kebutuhan masyarakat islam yang fokus dan prioritasnya berbeda dengan pandangan dunia pada umumnya. Layaknya organisasi lain, manajer LKS sepertinya harus akuntabel tidak hanya tentang cara mengatur pembiayaan yang tepat, tapi juga efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan pembiayaan yang ada. Selanjutnya, untuk menyesuaikan dengan cakupan syariah  yang besar, usaha untuk menyebarkan nilai Islam secara universal dapat diwujudkan dalam bentuk produk, proses, sistem, personal, pemasaran, investasi dan lain-lain. Secara khusus, paper ini berpendapat bahwa perbedaan aturan dan lingkungan operasi LKS mempengaruhi kerangka kerja audit yang dibutuhkan sehingga membebani performa dan menghilangkan akuntabilitas sepenuhnya tidak diinginkan. Faktanya, banyak LKS yang masih bergantung pada kerangka kerja audit konvensional untuk tujuan audit yang terbatas dalam ruang lingkup.

C.     Metodologi
Tujuan dari penelitian ini pada dasarnya adalah untuk menguji antara harapan dan realita dari praktik fungsi audit syariah dalam LKS di Malaysia. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa mekanisme “check and balance” yang tepat harus ditempatkan di LKS untuk menjamin kegiatan organisasinya sejalan dengan prinsip Islam dan untuk melindungi keyakinan para pemangku kepentingan Islam dalam organisasi yang bersangkutan.
Dalam rangka mencapai tujuan, penelitian ini dilakukan melalui survei terhadap beberapa kelompok responden yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan kepatuhan/audit menggunakan kuesioner dan wawancara. Hal ini untuk memperoleh wawasan ke dalam praktek-praktek yang ada serta apa yang diinginkan oleh responden atau apa yang seharusnya dilakukan oleh audit syariah di LKS. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya tentang tanggung jawab dan wewenang pengawas syariah di perbankan syariah (Abdul Rahim et al., 2004; Banaga et al., 1994).
Signifikansi dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan didasarkan pada perlunya memeriksa sebuah hubungan antara teori dan praktek syariah audit. Analisis eksplorasi terkait ruang lingkup audit syariah melihat empat aspek struktur kepatuhan syariah dan bagaimana ruang lingkup saat ini dapat diperluas. Meskipun literatur yang ada masih kurang, beberapa upaya telah dilakukan untuk menganalisa kekuatan dan tanggung jawab penasihat syariah di bank Islam secara khusus.

D.     Temuan
Ada empat isu utama yang berkaitan dengan perbedaan praktek audit yang disorot dalam tulisan ini. Isu tersebut ialah kerangka kerja, ruang lingkup, kualifikasi dan isu independensi. Tabel 1 menunjukkan hasil dari “yang diinginkan” dan praktik realita dan di sebelahnya ialah gap di antara keduanya. Tujuh puluh tujuh pertanyaan diajukan dalam kuesioner. Sejak paper ini menjadi salah satu bagian dari proyek besar yang sedang dilakukan, tidak semua pertanyaan sesuai dengan topik pembahasan kali ini. Dari 155 kuesioner yang disebar, hanya 85 orang responden yang mengembalikan. Rata-rata keseluruhan jawaban dicatat, perbedaan dihitung dan akhirnya signifikansi perbedaan antara keduanya dimasukkan ke dalam tiga area kepentingan seperti kerangka kerja, ruang lingkup dan independensi. Isu tentang kualifikasi diuji menggunakan tes proporsi. Keseluruhan tiga area kepentingan tadi menunjukkan perbedaan yang signifikan secara rata-rata antara “yang diinginkan” dengan “yang riil”. Hampir sama halnya, “kualifikasi” juga menunjukkan signifikansi antara keduanya. Ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan terdapat gap antara “yang diinginkan” dengan “yang riil” atas praktik audit syariah di LKS di Malaysia.




Tabel 1: Gap Antara “Yang Diinginkan” dan “Yang Terjadi” Dalam Audit Syariah
KERANGKA KERJA
Yang diinginkan
‘E’
YangTerjadi
‘A’
Gap
(E-A)
Tes Signifikansi
Wawancara
Kerangka kerja teoretis dari audit syariah dapat dibedakan dengan kerangka kerja audit konvensional

(Bag II: 1, 2)
Rata-rata keseluruhan:
4,06
Meskipun faktanya kerangka kerja syariah dapat dibedakan dengan kerangka kerja konvensional, LKS menggunakan standar AAOIFI selama tidak terdapat kerangka kerja audit syariah di Malaysia

(Bag III: 48-51)
Rata-rata keseluruhan:
3,05
1,01
P= 0.000*
Kerangka kerja teoretis dapat dibedakan dengan konvensional, meskipun saat ini, tidak ada perbedaan dengan konvensional dimana prosedur dan proses masih memiliki kesamaan


RUANG LINGKUP
Yang diinginkan
‘E’
YangTerjadi
‘A’
Gap
(E-A)
Tes Signifikansi
Wawancara
Ruang lingkup audit syariah dapat diperluas melebihi audit konvensional

(Bag II: 4, 6, 9)
Rata-rata keseluruhan:
3,95
Ruang lingkup praktik audit syariah LKS di Malaysia terbatas pada audit laporan keuangan

(Bag III: 1-6)
Rata-rata keseluruhan:
3,49
0,46
P= 0.006*
Banyak dari LKS yang ada hanya melakukan audit kesesuaian atas produk. Pertimbangan biaya dalam memperluas ruang lingkup, pegawai baru dan kemudian persaingan dalam pengembangan produk baru, kebutuhan mengedukasi staf sebelum ekspansi ruang lingkup dirasa sulit.
Audit performa dalam hal sosial dan lingkungan dipertimbangkan tidak termasuk dalam ruang lingkup, kurangnya kepedulian atas beban kerja yang meningkat tanpa sumber daya yang cukup, dimotivasi oleh profit.


KUALIFIKASI
Yang diinginkan
‘E’
YangTerjadi
‘A’
Gap
(E-A)
Tes Signifikansi
Wawancara
Auditor syariah dapat memiliki spesialisasi di bidang syariah dan kualifikasi akuntansi
Proporsi di antara keduanya yang secara langsung meningkatkan praktik audit syariah dalam studi ini:
59/95= 0,69

Praktisi audit syariah sudah berkualifikasi dalam hal syariah dan akuntansi sekaligus
Proporsi di antara keduanya yang berkualifikasi dalam hal syariah dan akuntansi dalam studi ini:
5/85= 0,059
0,631
P= 0.000*
Gabungan opini pada “yang diinginkan”:
Auditor internal: berhadapan dengan masalah syariah termasuk audit syariah dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi syariah.
Auditor eksternal:  audit syariah adalah masalah internal, tidak bisa melibatkan auditor eksternal
Praktik riil:
Auditor internal yang memiliki dua pengetahuan sekaligus– hanya 1 orang.
Banyak dari unit syariah diisi hanya oleh – lulusan syariah.
Kerjasama auditor internal & unit syariah – hanya beberapa.
Dep. Audit internal melakukan audit syariah sendirian – tidak ada.
Audit eksternal melakukan audit syariah sendirian – tidak ada.


INDEPENDENSI
Yang diinginkan
‘E’
YangTerjadi
‘A’
Gap
(E-A)
Tes Signifikansi
Wawancara
Auditor syariah dapat independen dari organisasi tempat ia bekerja

Bag IV: 7 dan 13
Rata-rata keseluruhan:
3,99

Praktisi audit syariah di LKS Malaysia independen terhadap organisasi tempat mereka bekerja

Bag III: 52-55
Rata-rata keseluruhan:
2,00
1,99

P= 0.000*

Sepertinya terdapat ketergantungan yang lebih pada sekretariat syariah dalam melakukan audit syariah sebagai anggota DPS yang part time, kebanyakan akademisi. Sehingga independensinya dipertanyakan

*signifikansi pada 5%

Dari hasil tabel 1, menunjukkan bahwa terdapat gap antara “yang diinginkan” dan yang sebenarnya terjadi dalam praktik audit syariah. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa “realita” tidak bisa dipaksakan sesuai dengan “yang diinginkan”. Penggunaan uji-T untuk menganalisa perbedaan signifikansi dalam rata-rata dan uji proporsi, ditemukan bahwa 4 aspek (kerangka kerja, ruang lingkup, kualifikasi dan independensi) secara signifikan terdapat perbedaan.
4. 1.  Kerangka kerja
Mengenai kerangka audit syariah, pemilihan salah satu teknik untuk mendapatkan kepuasan yang lebih menguntungkan sesuai dengan keadaan, juga akan mempengaruhi konsistensi dan prediktabilitas dari aturan fiqh. Mengingat bahwa LKS dimulai dengan tujuan menguntungkan masyarakat, konflik muncul ketika Negara sudah sangat dipengaruhi oleh system hukum barat, baik dalam penggunaan standar akuntansi atau pun UU sipil dan komersial. Tidak adanya pedoman dan standar audit syariah adalah masalah utama yang dihadapi saat ini oleh kerangka audit syariah. Auditor yang professional perlu mengikuti standar, namun standar mengenai audit syariah ini sendiri masih sangat kurang.
Kebanyakan, LKS menggunakan kerangka audit konvensional karena ketidaktersediaan kerangka audit syariah meskipun mayoritas responden merasakan bahwa kebutuhan akan audit syariah berbeda dari kerangka konvensional.

4. 2. Ruang lingkup
Berkaitan dengan ruang lingkup, ada bukti perhatian publik tentang apa yang sedang dicapai dalam audit atas laporan akuntansi dan keuangan. Ada juga tekanan dari beberapa pihak untuk berbagai jenis audit. Hal ini menunjukkan peningkatan dukungan orang-orang yang mengklaim sehingga akan menuntut audit sosial untuk melaporkan perilaku sosial dan kinerja organisasi dalam semua hubungan mereka dengan masyarakat, individu, dan organisasi lainnya.
Dengan menunjukkan keinginan untuk memperluas ruang lingkup audit syariah, kurangnya keahlian, spesifikasi, dan definisi pada ruang lingkup praktek audit syariah menyangkut tulisan ini. Hal ini tampaknya menjadi alasan adanya kesenjangan. Dengan mentalistik yang masih kapitalistik dan kurangnya kesadaran tentang audit sosial adalah beberapa alasan untuk tidak mendukung dalam memperluas ruang lingkup. Jadi timbullah kesenjangan dalam hal ini.

4. 3.  Kualifikasi
Berkaitan dengan kualifikasi auditor syariah, ditemukan adanya perbedaan antara yang diinginkan dengan kualifikasi sebenarnya auditor syariah dengan proporsi yang memenuhi syarat hanya 5,9% jika dibandingkan dengan responden yang melakukan audit syariah sebesar 69%. Ini menunjukkan bahwa pada praktiknya orang yang ada tidak memenuhi dua klasifikasi yang secara tidak langsung penting perannya dalam menentukan visi dan misi Islam yang dijunjung oleh LKS. Auditor syariah diinginkan mencerminkan tanggung jawab dan akuntabilitas, tidak hanya kepada manajemen dan stakeholder, tetapi yang lebih penting kepada Allah. Ini akan membangun persepsi publik terkait kepercayaan dan kepastian bahwa LKS telah sesuai syariah dalam seluruh aktifitas bisnisnya.
Sebagai tambahan dari Tabel 1, Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kualifikasi syariah dan akuntansi. Ini menunjukkan bahwa kualifikasi akuntansi tidak selalu memiliki kualifikasi syariah bersamaan (tingkat kualifikasi akuntansi yang tinggi, tingkat kualifikasi syariah yang rendah)

Tabel 2: Korelasi Antara Kualifikasi Syariah dan Akuntansi


Kualifikasi Akuntansi/Auditing
Kualifikasi Syariah
Kualifikasi Akuntansi/Auditing
Koefisien korelasi
1.000
-.303**
nilai p
-
.005
N
85
85
Kualifikasi syariah
Koefisien korelasi
-.303**
1.000
nilai p
.005
-
N
85
85
** signifikan pada .005

Bagaimanapun juga, terdapat beragam respon dari interviewee dalam hal kualifikasi yang diinginkan. Apa yang sebenarnya diinginkan serupa dengan yang ada di lapangan dalam hal kualifikasi yang sesuai. Beberapa praktik auditing syariah lebih disukai untuk dikerjakan oleh orang yang berkualifikasi dalam bidang syariah saja sementara hal lain yang berkaitan dengan masalah internal menjadi tanggung jawab auditor internal atau anggota komite syariah. Hampir sama dengan hal tersebut, realitanya hanya satu orang interviewee yang memiliki kedua kualifikasi dan ada beberapa pekerjaan sebagai tim dari audit internal dan manajemen syariah. Bekerja dalam tim dilihat sebagai ancaman dalam independensi. Tidak ada yang mengerjakannya sendiri baik itu dari pihak auditor internal maupun eksternal. Sehingga apa yang benar-benar diinginkan tidak sama dengan yang terjadi di lapangan bila melihat gap yang ada

4. 4.  Independensi
Dalam kasus independensi, integritas auditor syariah lebih ditingkatkan oleh harapan orang-orang yang memiliki minat dalam LKS untuk auditor syariah akan cukup mandiri untuk memberikan pendapat dalam hal kepatuhan syariah di semua aspek. Dalam situasi di mana tanggung jawab dan kecenderungan sosial audit harus diterapkan sebaik mungkin, kriteria independensi harus diterapkan lebih ketat (Flint, 1988). Ini adalah fungsi sosial audit dalam LKS untuk memberi manfaat kepada umat yang menciptakan kebutuhan untuk independensi auditor syariah
Potensi penuh dari seorang auditor tidak dapat direalisasikan jika mereka tidak sepenuhnya benar-benar independen, karena tujuan sosial akan menjadi kefrustrasian. Hasilnya menunjukkan signifikansi perbedaan antara yang diinginkan dan yang terjadi di lapangan. Hal ini juga tercermin dalam hasil wawancara di mana dalam praktek yang terjadi, ada ketergantungan terhadap orang-orang internal, seperti manajemen unit syariah yang ditempatkan untuk melaksanakan audit syariah di LKS. Review atas diri sendiri akan terjadi bila tidak ada pemisahan tugas yang jelas. Jadi, meskipun responden tahu bagaimana yang sebenarnya terjadi terkait independensi tapi kenyataannya mereka tidak dapat menghindari menjadi rileks terhadap prinsip independensi karena keadaan tersebut tidak dapat dihindari. Oleh karena itulah gap tetap ada antara “yang diinginkan” dengan “yang terjadi” di lapangan.

E. Kesimpulan
Keempat isu yang terkait dengan pembahasan penulisan ini menunjukkan efek berlawanan yang mengakibatkan kesenjangan karena apa sebenarnya yang diinginkan tidak bertepatan dengan praktek sebenarnya.
Menyadari pentingnya audit syariah, kerangka kerja untuk memiliki kriteria sendiri dan metodologi maqashid syariah secara paralel menjembatani kesenjangan yang ada harus menjadi prioritas dalam agenda LKS jika mereka ingin bertahan hidup untuk waktu yang lama.
Survey ini menghasilkan pengungkapan relevansi pengembangan kerangka untuk audit syariah di LKS terutama dalam hal ini adalah LKS di Malaysia. Hasilnya cukup menarik dan bermanfaat, tetapi pada saat yang sama mencerminkan bukti bahwa proses audit syariah masih merupakan tugas yang harus sangat terstruktur. Rupanya audit syariah sendiri yang entah bagaimana, masih belum dapat merespon maqashid syari’ah meskipun jelas ada kemauan dari mereka untuk melakukannya. Jadi, salah suatu implikasi kebijakan ini adalah LKS harus mampu mengambil tanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menerapkan kerangka audit syariah yang komprehensif dan terintegrasi dalam rangka melayani jumlah dari organisasi islam yang semakin meningkat